- 16 Kasus Peredaran Narkoba di Sukabumi Diungkap Polisi, 19 Pelaku Diamankan
- Polda Riau Gelar Pemusnahan Barang Bukti Narkoba
- Kapolda Jabar Kunjungi Korban Longsor Tambang Gunung Kuda di RS Mitra Plumbon
- Korsabhara Baharkam Polri, Perkuat Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) Obvitnas
- 23 Gereja Ikuti Seminar HUT PGBP ke-47, Pemerintah Apresiasi Peran Gereja di Wamena
- Gas 3Kg Langka di Rumpin, Mafia Suntikan Gas Diduga Dapat Perlindungan Oknum
- Persidangan Tony Sujana: Brian Praneda, SH, Kuasa Hukum, Ungkap Manipulasi Mafia Tanah
- Mandul Tangani Korupsi Triliunan, ETOS: Copot Jaksa Agung dan Bubarkan KPK!
- Dua Mahasiswa STAIS Al Azhary Diskorsing Sepihak, Legalitas Kampus Dipertanyakan
- Kelurahan Pisangan Timur Tindaklanjuti Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 05 Tahun 2025
Lurah Sunter Agung Mediasikan Konflik Antara RW 018 dan Pedagang Kuliner STS
Lurah Sunter Agung

Keterangan Gambar : Lurah Sunter Agung Mediasikan Konflik Antara RW 018 dan Pedagang Kuliner STS
MATANEWS, Jakarta Utara — Lurah Sunter Agung, Teguh Subroto, turun langsung ke lapangan untuk memediasi persoalan yang mencuat antara pengurus RW 018 dan pedagang kuliner di Loksem JU 51 Sunter Taman Sari (STS). Mediasi ini dilakukan menyusul adanya laporan dari pedagang kuliner soal penempatan bak sampah baja di depan lokasi usaha mereka yang dianggap mengganggu aktivitas perdagangan.
Insiden ini mencuat ke publik pada Rabu, 21 Mei 2025, setelah salah satu media online memberitakan persoalan tersebut. Sorotan tertuju pada keberadaan bak sampah milik Dinas Lingkungan Hidup yang dirantai, serta aktivitas pembangunan trotoar oleh pihak RW yang kemudian dihentikan oleh petugas Satpol PP dan Bina Marga dengan alasan belum mengantongi izin resmi.
Ketua RW 018, Fajar Budiman, mengaku tidak mengetahui siapa yang menyampaikan laporan ke kecamatan. Ia menilai ada diskriminasi perlakuan dari pemerintah daerah dalam menyikapi persoalan ini.
Baca Lainnya :
- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Apresiasi Gerak Cepat Polri Tindak Grup Fantasi Sedarah
- Bareskrim Polri Pastikan Ijazah Jokowi Asli, Uji Labfor dan Bukti Foto Jadi Penentu
- Duduki Ruko Tanpa Izin dan Intimidasi Pemilik, Dua Anggota Ormas di Bekasi Ditangkap Polisi
- Rotasi Jabatan, Polres Subang Gelar Sertijab Kasat Reskrim dan Kasat Narkoba
- Brian Praneda: Dulu Menyewa, Kini Diduga Coba Kuasai Tanah Bersertifikat Milik klien kami
“Saya tidak tahu siapa yang melapor, tapi sepertinya langsung ke kecamatan. Lurah tidak tahu apa-apa, karena saya pun tidak mendapat teguran,” jelas Fajar.
Fajar menegaskan, lahan yang menjadi objek sengketa saat ini bukan merupakan aset pemerintah daerah, melainkan masih milik pengembang. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan tindakan tegas aparat terhadap pembangunan taman dan trotoar yang dilakukan warga, sementara pelanggaran di tempat lain justru terkesan dibiarkan.
“Warga hanya membuat taman kecil dan trotoar, tapi langsung ditindak. Sementara pedagang liar yang bangunannya megah dan tidak berizin justru dibiarkan,” protesnya.
Lurah Teguh Subroto menegaskan bahwa dirinya hanya bertindak sebagai penengah.
“Saya hanya memediasi antara pihak RW dan pedagang, bukan menindak. Ini demi menjaga kondusivitas wilayah,” ucap Teguh kepada wartawan, Jumat, 23 Mei 2025.
Dari pantauan tim MATANEWS, bak sampah yang sebelumnya menjadi sumber kontroversi telah dipindahkan dan tidak lagi terlihat di depan Loksem Kuliner JU 51.
Ketua RW 018, Fajar Budiman, menjelaskan bahwa tujuan pembangunan taman dan trotoar adalah untuk memperindah kawasan serta menertibkan aktivitas liar yang kerap terjadi di area tersebut.
Alasan pembuatan taman:
1. Mempercantik jalan masuk komplek yang selama ini kumuh karena aktivitas pedagang liar dan parkir sembarangan.
2. Menanggapi keluhan warga pengusaha resmi yang tidak ingin tempat usahanya dijadikan lokasi penampungan sampah.
Alasan penempatan bak sampah:
1. Warga belum memiliki tempat penampungan sampah sementara.
2. Lokasi tersebut satu-satunya jalan yang memungkinkan truk pengangkut sampah beroperasi.
3. Lokasi bongkar muat sampah di sisi timur jalan raya sudah dilarang oleh Pemda.
Fajar mengungkapkan kekesalannya karena tindakan warga justru ditindak cepat, sementara pedagang liar yang membangun tanpa izin di lahan fasum justru tidak ditindaklanjuti.
“Mereka bukan UMKM binaan. Rapat walikota sudah menyatakan mereka bukan bagian dari Loksem resmi. Jadi statusnya pedagang liar,” tegasnya.
Dengan mediasi yang telah dilakukan, diharapkan Pemkot Jakarta Utara dapat memberikan solusi yang adil, tidak berat sebelah, serta tetap berpihak pada penataan kawasan dan kesejahteraan warga. Penertiban harus berjalan seimbang, dengan tidak mengorbankan hak masyarakat yang justru berupaya menjaga lingkungan. (Wly)
