Ketua PCNU Subang Dukung Pedagang Ciater: Gubernur Jangan Bertindak Sewenang-wenang
Ketua PCNU Subang

By Redaksi 28 Jul 2025, 22:44:08 WIB Hukum
Ketua PCNU Subang Dukung Pedagang Ciater: Gubernur Jangan Bertindak Sewenang-wenang

Keterangan Gambar : Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Subang, KH. Satibi


MATANEWS, Subang – Konflik penggusuran terhadap para pedagang di kawasan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat kini mendapat sorotan serius dari tokoh agama. Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Subang, KH. Satibi, menyatakan dukungan penuh terhadap masyarakat terdampak dan mengecam langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dinilai tidak adil dan sepihak.

Langkah penggusuran yang dilakukan dalam rangka penataan kawasan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dianggap tidak memperhatikan aspek hukum dan kemanusiaan. Warga yang telah tinggal dan mencari nafkah di kawasan tersebut selama puluhan tahun kini menghadapi ketidakpastian tanpa adanya proses mediasi maupun kejelasan status hukum tanah.

Dalam keterangannya Senin, (28/7/2025), KH. Satibi menilai tindakan penggusuran tidak bisa dilakukan begitu saja, apalagi terhadap warga yang telah lama menetap dan membangun kehidupan di lahan yang kini dipersoalkan statusnya.

Baca Lainnya :

“Masyarakat Ciater itu sudah puluhan tahun tinggal dan berusaha di sana. Kalau betul tanah itu milik negara karena HGU PTPN-nya sudah habis sejak 2002, maka pemerintah tidak bisa seenaknya menggusur tanpa prosedur. Itu bukan hanya soal hukum, tapi juga kemanusiaan,” ujarnya.

Ia menegaskan, seorang pemimpin tidak cukup hanya membangun taman dan jalan. “Harus ada dialog, musyawarah. Jangan ambil keputusan hanya dari balik meja,” katanya tegas.

Data yang beredar menyebutkan bahwa lahan yang saat ini dihuni para pedagang merupakan tanah eks-HGU milik PTPN yang masa berlakunya telah habis sejak 2002. Belum ada perpanjangan maupun pemanfaatan resmi kembali oleh negara atau BUMN terkait.

Dalam hukum agraria Indonesia, status tanah tersebut harus kembali menjadi tanah negara. Hal ini diatur dalam:

• UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA)

• Perpres No. 62 Tahun 2003 tentang penggunaan tanah eks-HGU untuk reforma agraria

• Permen ATR/BPN No. 18 Tahun 2016 dan Permen ATR/BPN No. 12 Tahun 2019

Regulasi tersebut menyatakan bahwa tanah eks-HGU dapat didistribusikan melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), terutama kepada masyarakat yang telah menguasainya secara fisik dan menggantungkan hidup dari lahan tersebut.

Warga: “Kami Sudah Puluhan Tahun Tinggal dan Berdagang di Sini”

Beberapa warga yang diwawancarai mengaku telah bermukim sejak tahun 1970-an. Mereka menyatakan kecewa karena penggusuran dilakukan tanpa adanya sosialisasi atau dialog terlebih dahulu.

“Kami bukan numpang. Kami sudah puluhan tahun di sini. Bahkan ada yang turun-temurun tinggal dan berdagang di sini. Kenapa tiba-tiba kami yang harus pergi, tanpa ganti rugi, tanpa relokasi?” ujar salah satu pedagang.

Mereka menuntut kejelasan status tanah dan pelibatan warga dalam setiap pengambilan kebijakan. Penolakan juga muncul atas tindakan represif dan penggunaan alat berat tanpa pemberitahuan yang layak.

KH. Satibi menekankan bahwa jika lahan tersebut kini menjadi aset negara, maka negara wajib hadir untuk membagikannya kepada rakyat, terutama mereka yang telah tinggal dan hidup di atasnya.

“Itu bukan hanya amanat undang-undang, tapi juga amanat keadilan. Pemerintah harus berhenti menjadikan rakyat sebagai korban proyek. Reforma agraria harus dijalankan secara nyata dan adil,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa Nahdlatul Ulama akan selalu berdiri di sisi rakyat kecil. “NU tidak akan tinggal diam ketika keadilan digeser atas nama pembangunan,” tegasnya.

KH. Satibi mendorong penyelesaian konflik melalui mediasi terbuka yang melibatkan unsur masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan unsur pemerintah. Ia menilai pendekatan ini lebih bermartabat daripada pemaksaan melalui tindakan represif.

“Selesaikan dengan cara yang beradab. Libatkan warga dalam keputusan yang menyangkut hidup mereka. Jangan jadikan hukum sebagai alat kekuasaan, tapi sebagai pelindung semua warga negara,” pungkasnya.

Dukungan Ketua PCNU Subang terhadap pedagang Ciater menambah tekanan moral dan politik terhadap kebijakan penggusuran yang dinilai cacat prosedur dan melanggar keadilan sosial. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan segera menghentikan penggusuran sepihak dan membuka ruang dialog menuju penyelesaian yang adil, bermartabat, dan berlandaskan hukum. (Red)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment