- Siber Polda Metro Ungkap Praktik Open BO Pelajar Jakarta, Pelaku Beraksi dari Dalam Lapas Cipinang
- JPU Bacakan Keterangan Saksi Ahli di Sidang Charlie Chandra
- Polsek Medansatria Berikan Himbauan dan Edukasi Keselamatan Berlalu- Lintas
- Dirlantas Polda Metro Jaya Klarifikasi Soal Viral Pengendara dengan SIM Tak Lazim di Tol JORR
- Humas Polda Metro Jaya Gelar Anev Bulanan, Anggota Berprestasi Terima Penghargaan
- GI Banyuwangi dan GI Gilimanuk Raih Skor Impresif dalam Implementasi Sistem Manajemen Pengamanan
- Korsabhara Baharkam polri, Hadiri Sosialisasi Kerjasama Keamanan Antara Polri dan OCS Indonesia
- Bertahun-Tahun Tanahnya Jadi Korban Mafia Peradilan, Lansia Ini Kirim Surat ke Presiden
- Kunjungan Tim Bintek Pam Wisata Mabes Polri, Perkuat Pengamanan Destinasi Puncak Waringin
- Bintek Pamwisata Polri Tingkatkan Keamanan Destinasi Labuan Bajo
Bertahun-Tahun Tanahnya Jadi Korban Mafia Peradilan, Lansia Ini Kirim Surat ke Presiden
Hukum

Keterangan Gambar : Harijanto melalui kuasa hukumnya, Bonar Sibuea, S.H., yang membenarkan pengiriman surat bernomor 016/P/BS\&P/2025 kepada Presiden Prabowo.
MATANEWS, Jakarta – Setelah lebih dari satu dekade memperjuangkan keadilan melalui jalur hukum tanpa hasil yang memuaskan, Harijanto Latifa (72), seorang warga lanjut usia yang menjadi korban dugaan pemalsuan akta oleh oknum notaris dan praktik mafia peradilan, akhirnya mengirim surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Surat tersebut berisi permohonan perlindungan hukum sekaligus desakan penegakan keadilan.
Langkah ini diambil Harijanto melalui kuasa hukumnya, Bonar Sibuea, S.H., yang membenarkan pengiriman surat bernomor 016/P/BS\&P/2025 kepada Presiden Prabowo.
“Betul, kami sudah mengirim surat kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memohon perlindungan hukum dan keadilan bagi klien kami, Pak Harijanto, yang menjadi korban mafia hukum sejak bertahun-tahun lalu,” ujar Bonar dalam keterangan tertulis kepada awak media, Selasa (16/7/2025).
Baca Lainnya :
- Parade Bastille Day 2025: Simbol Kemitraan Strategis Militer Indonesia–Prancis
- Turnamen Biliar Terbesar Asia Tenggara Resmi Dimulai, Total Hadiah Hampir 4 Miliar
- Polri Gelar Cat Lovers Social Day 2025
- Sinergi Pengamanan Pariwisata Bromo Tengger Semeru Ditingkatkan
- Korsabhara Baharkam Polri Tinjau Pengawasan Destinasi Wisata di Kabupaten Malang
Bonar menjelaskan bahwa praktik-praktik kotor mulai dari permainan notaris nakal, keterlibatan keluarga oknum aparat, hingga keputusan hakim yang dianggap beraroma mafia hukum telah menjadi bagian dari penderitaan kliennya.
“Kami adukan semuanya, mulai dari permainan Notaris, dugaan pemalsuan, hingga keputusan hakim PN Jaksel yang sangat kami sayangkan,” tegasnya.
Menurut Bonar, Presiden Prabowo sebagai simbol supremasi hukum tertinggi di Indonesia dan tokoh yang dikenal memiliki komitmen kuat terhadap penegakan hukum, diharapkan dapat memberikan atensi khusus terhadap kasus ini.
“Kami percaya Presiden Prabowo memiliki concern besar dalam pemberantasan mafia hukum. Maka kami menyurati beliau, karena praktik mafia hukum adalah bentuk penghinaan terhadap kedaulatan negara dan Astacita pemerintahan beliau,” tambahnya.
Kasus ini bermula pada tahun 2006 ketika Harijanto hendak menjual tanah dan ruko miliknya yang berlokasi di Jalan Raya Pasar Minggu No. 5, Blok C, D, E, RT 009/RW 01, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Saat itu, ia berkenalan dengan Tri Rahardian Sapta Pamarta, anak dari pensiunan Jenderal Polisi berinisial HS, sebagai calon pembeli.
Keduanya lalu sepakat melakukan Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB). Namun, transaksi tersebut tidak pernah dilanjutkan ke Akta Jual Beli resmi. Tanpa sepengetahuan Harijanto, tanah dan ruko tersebut kemudian disewakan oleh Tri Rahardian ke salah satu bank BUMN, dengan mengklaim bahwa dirinya adalah pemilik sah properti.
Notaris Makbul Suhada, yang membuat akta PPJB No. 2 tertanggal 9 Februari 2007, kemudian dilaporkan oleh pihak Harijanto atas dugaan pemalsuan. Kasus ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Cibinong, dan berakhir dengan vonis 8 bulan penjara untuk sang notaris.
Putusan hukum berpihak kepada Harijanto ketika Mahkamah Agung melalui Peninjauan Kembali (PK) No. 714 menyatakan bahwa Tri Rahardian bukan pemilik sah tanah yang disengketakan. Bahkan, Majelis Pengawas Pusat Notaris Republik Indonesia mengeluarkan surat resmi yang menyebutkan adanya cacat hukum dalam pembuatan akta PPJB tersebut.
Namun secara mengejutkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan justru memenangkan Tri Rahardian dalam proses perdata, dengan menggunakan dokumen yang disebut sebagai nota jual beli palsu, yang dinilai sarat kejanggalan dan menjadi polemik.
Bonar menekankan bahwa praktik mafia hukum semacam ini bukan hanya merugikan kliennya, tetapi juga berbahaya karena dapat mencederai sistem hukum nasional dan mempermalukan institusi penegak hukum itu sendiri.
“Ini adalah bentuk kejahatan luar biasa. Bila tidak ditindak, akan makin banyak rakyat kecil yang menjadi korban. Kami mohon Presiden Prabowo segera bertindak,” pungkasnya.
Kini, surat permohonan perlindungan hukum telah diterima oleh pihak Istana, dan pihak kuasa hukum berharap akan ada langkah konkret dari Presiden Prabowo dalam mengawal supremasi hukum demi keadilan yang selama ini dicari oleh Harijanto. (Red)
